Out-put yang dilahirkan warga pergerakan sampai hari ini masih dalam tataran itu-itu saja. Kalau tidak politsi ya pasti LSM, mujur-mujur samapai ke akademisi. Mengapa demikian, hal itu tentunya tidak lepas dari beberapa hal. Salah satu yang mendasar menurut hemat penulis adalah masalah kaderisasi. Kaderisasi yang ada dalam warga pergerakan masih mengesankan ketidak adilan, ketidak seriusan. Lebih jelasnya, ketidak adilan itu sangat nampak akau kita baca dalam hal materi-materi kaderisasi, ada ketidak seimbangan antar meteri yang bernuansa politis dengan yang bernuansa pengembangan ekonomi, tehnolog dan pengembangan potensi-potensi kader yang lain. Ini mengesankan bahwa NDP, nilai dasar pergerakan belum menjadi ruh perjuangan warga pergerkan, NDP pelum menjadi pisau analisa yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kaderisasi.
Ketidak merataan penyusunan materi yang yang sesuai dengan porsi tentunya menjadi salah satu faktor mendasar out-pun yang dihasilkan. Tidak hanya itu saja, kita melihat dalam hal meteri, ada ketidak seriusan dalam penyusunannya. Materi-materi yang ada tidak menyediaka kebutuhan pengembangan potensi-potensi kader, tidak mengakomodir kebutuhan-kebutuan kader. Baik itu yang di susun dan dirumuskan oleh PB, PKC, Cabang ataupun komisariat. Sehingga kader-kader dikomisarit dan rayon yang bersagkuta sering jadi korban materi-materi yang telah disajian, disedian oleh PB, PKC ataupun cabang.
Naifnya, kader-kader komisariat telah menganggap final semua materi-materi yang telah ditetapkan oleh PB yang dibentuk dalam sebuah buku panduan, disampul rapi. Padahal kalau kita bleceti, hal itu sangat tidak mencerdaskan kepada kader. Kader diajak kepada sesuatu yang politis ansih, pragmatis. Belum lagi itu ditopang dengan struktur yang tidak serius mengurusi kaderisasi, entah karena dia tidak ideiologis ke PMII ataupun karena struktur pengurusnya tidak berkulaitas, tidak cerdas menyikapi kaderisasi dan materi-materi yang telah ditetapkan oleh PB. Kita berkeyakinan bahwa meteri yang telah disajikan PB telah paten, mutlak harus diikuti, padahal itu disusun tanpa keseriusan. Hal itu semakin kompleks dan jelas, outpun yang dihasilkan akan melahirkan kader-kader pesakitan, kader yang sindrom kekuasaan, sindrom politik, sangat jarang kita jumpai kader-kader yang sindrom akan pengembangan ekonomi, berbisnis, kader-kader tehnolog. Kader-kader yang ada kecendrungannya, kalau tidak politisi, LSM, mujur-mujur mereka yang masi kecendrunganny ke akademisi.
Untuk itu, sudah seharusnya dimulai untuk melahirkan kader-kader ekonom, kader-kader tehnolog dan kader-kader yang sesuai dengan potensi dan kecendrungan mereka, caranya…?
Inilah sebernarnya yang menjadi ketertarikan penulis untuk menawarkan konsep dan pembahasan sederhan untuk mencoba menyikapi kembalai kaderisasi yang ditawarkan oleh PB, PKC dan Cabang. Penulis sebagai warga pergerakan mencoba menawarkan perlawanan, mencoba menghadirkan konsep tandingan dari PB, PKC, Cabang. Meskipun penulis sadar akan kapasitas penulis yang hanya pas-pasan dalam hal intelektual, tapi penulis tetap tidak pesimis, konsep yang penulis tawarkan akan mempu mencerdaskan kader, akan mampu menjadi tawaran baru bagi kader. Karena penulis yakin, hal itu berdasarkan pengembaraan yang panjang akan realitas warga pergerakan hari ini, akan ralitas kaderisasi hari ini. Hal itu juga berangaka dari keprihatinan, kasih sayang kepada semua kader-kader warga pergerakan. Untk itu, ini khusus diperuntuk dan dipersembahkan kepada kader-kader tercinta yang masi polos, masi semester satu-tiga, kader-kader yang ada dirayon dan komisariat.
Berangkat dari kegelisahan itu, saya mencoba mengadakan perenungan dan pengembaraan yang lumayan panjang untuk melahirkan satu tawaran yang mungkin hanya pas-pasan. Tawaran-tawaran itu mungkin hanya sebuah konsep mentah yang harus dikembangakan dan digodok kembali, tapi paling tidak ini akan menjadi gelindingan issue yang akan kita konsumsi bersama oleh sahabat-sahabat cabang, komisariat dan kader-kader pada khususnya.
Saya melihat satu kelemahan yang sangat mendasar seperti yang saya sampaikan di atas adalah terletak di materi-materi kaderisasi yang sangat tidak memenuhi porsi. Baik porsi itu terkait dengan potensi-potensi yang dimiliki kader dimasing-masing komisariat, materi yang ada juga tidak memberikan porsi yang lebih untuk kadear dalam rangka mengembangkan diruang-ruang ekomomi, tehnologi. Beberapa hal ini yang saya lihat sangat mendasar dalam persoalan kaderisasi. Ketika kaderisasi kita tetap berkutat dalam tataran itu-itu saja, sudah bisa dipastikan out-put yang dilahirkan tidak akan bisa menjawab tangtangan zaman. Idealnya kader-kader PMII tidak hanya berkutat dalam tataaran politik, LSM ataupun akademisi. Mulai hari ini, sudah seharusnya warga pergerkan menguasai dunia perekonomian yang beranjak semakain kapitalis, dunia tehnologi yang semakain hari semakin tidak bermoral. Kader-kader PMII sudah seharusnya menjadi pahlawan tapi bukan pahlawan kesiangan, yang sewaktu-waktu hadir ketika ada kepentingan.
Untuk itu, ada beberapa tawaran yang bisa kita lakukan. Pertama, analisa yang mendalam terhadap potensi-potensi yang dimiliki oleh kadar adalah mutlak harus dilakukan. Mengapa demikian, itu dilatarbelakangi dengan kompleksa potensi kader, tapi sejauh ini belum terakomodir, sehingga banyak potensi mereka stagnan, yang pada akhirnya terjadi kejenuhan kejenuhan tersendiri untuk tidak aktif dipergerakan. Potensi-potensi yang ada menurut hemat penulis meliputi, potensi sastra dan budaya yang ada pada kader, potensi kreatifitas menulis kader, potensi kewartawanan kader. Belum lagi kalau berbicara potensi berwirausaha, tehnoligi yang dimiliki oleh kader.
Sejauh ini PMII hanya melihat kader-kader yang potensial adalah mereka yang hanya bisa berwacana, bisa beretorika. Sedangkan potensi berwirausaha, potensi tehnologi, potensi budaya yang ada pada kader tidak pernah diperhitungkan. Ini bisa dilihat, mereka yang bisa beretorika akan pasti dilihat, mereka yang bisa beretorika akan pasti jadi ketua komisariat, jadi ketua angkatan, jadi ketua cabang dan bahkan siapa yang bisa beretorika dan mempuanyai funding akan jadi ketua PKC, PB.
Kedepan sudah seharusnya, pemimpin-pemimpin di PMII, baik ditingkat komisariat, cabang bahkan PKC dan PB adalah mereka yang mempunyai visi dan misi serta kepekaan akan pengembangan ekonomi dan tehnologi. Ini dimaksudkan agar kader-kader warga pergeraka tidak hanya asyik didunia politik ansih
Dua, idealanya sebelum penyesunan program-program komisarit, cabang bahkan PKC dan PB. Terlebih dahulu melakukan pembacaan potensi-potensi, kemampuan dan skill yang dimiliki oleh kader. Bagaimana kemudian program dan kegiatan yang ada lebih memberikan porsi yang lebih akan potensi, skill dan kemampuan yang dimiliki oleh kader. Bagi kader-kader diperguruan tinggi yang berbasi agama, skill yang banyak adalah munulis, sastra, Kitab, bahasa inggri dll, ini harus dikembangkan Yang tidak kalah penting adalah bagaimana juga memberikan porsi program kegiatan yang seimbang dengan kegitan-kegiatan yang bersifat kewirausahaan, bisnis dan tehnolog. Sehigga kader-kader yang berbasing agama juga tidak kuper akan dunia ekonomi dan tehnologi. Yang pada akhirnya mereka juga akan menjadi pelaku ekonomi, pelaku tehnologi bukan jadi objek kapitalis, objek tehnolgi. Disinilah sebenarnya perang penting Komisariat, Cabang, PKC dan PB.
Tiga, penulis tetap bersepat menjadikan materi-materi yang telah ditetapkan oleh PB, PKC sebagai materi panduan, sebagai gambaran tapi itu bukan sebagai ketetapan kod`i yang mutlak harus di ikuti. Disinilah dituntut cerdas-cerdasnya komisariat dan cabang sebagai warga yang langsung bersentuhan dengan kader. Dan disinalah konsolidasi jaringan bukan hanya dibangun dengan para politisi. Konsolidasi jaringan harus dimaknai lain, dimaknai lebih luas. Konsolidasi jaringan juga harus dibangun dengan para pengusah, dinas perekonomian, Badan latihan kerja, dinas infokom. Bagaiman jaringan itu pada endingnya mampu menelorkan ilmu-ilmu tentang berbisnis, berwira usaha, bertehnologi pada kader.
Empat, disilah posisi penting seorang ketua, baik ketua komisariat, ketua angkatan, ketua cabang untuk mempunyai visi yang jelas tentang pembanguna ekonomi, tehnologi dan pembacaan yang tuntas akan potensi, skill yang dimiliki oleh kader. Kalau saya boleh membahasakan, tidak penting seorang ketua komisariat, ketua angkatan tahu akan pembacaan ralitas politik. Biarlah cabang, PKC dan PB yang bergelut dengan itu.
Selanjutnya, saya hanya berharap, semoga ini bisa menjadi terobosan-terobosan baru bagi kade-kader yang masih ada dirayon, dikomisariat. ya kalau diterima, juga kader-kader yang ada di Cabang, PKC dan PB.
*Penulis adalah mantan ketua Komisariat PMII Guluk-Guluk dan
Fungsionaris PC PMII Sumenep 2008-2009